Sebagai contoh, aplikasi GrabToko dan Investasi MeMiles adalah aplikasi yang tidak memiliki produk nyata, hanya menawarkan investasi dengan skema anggota baru untuk membayar anggota lama. Setelah otoritas melakukan investigasi, aplikasi ini dihentikan dan dianggap sebagai penipuan.
4. Minim Informasi tentang Perusahaan dan Legalitas
Aplikasi ponzi biasanya sangat minim dalam memberikan informasi yang transparan tentang perusahaan, manajemen, dan legalitasnya. Jika Anda tidak dapat menemukan detail tentang siapa yang menjalankan platform tersebut, alamat perusahaan, atau nomor izin usaha yang sah, itu adalah tanda bahwa aplikasi tersebut tidak dapat dipercaya. Bahkan, beberapa aplikasi ponzi akan mengklaim bahwa mereka terdaftar di luar negeri, sehingga sulit untuk melacak atau memverifikasinya.
Sebagai contoh, Jouska dan Koperasi Pandawa adalah aplikasi dan platform investasi yang tidak memiliki informasi jelas tentang legalitas dan pengelolaan mereka. Setelah terungkap sebagai skema penipuan, para anggotanya kesulitan untuk menuntut atau mencari keadilan karena perusahaan tersebut tidak memiliki izin yang sah di Indonesia.
5. Tidak Ada Bukti Kegiatan Bisnis yang Riil
Aplikasi ponzi tidak memiliki kegiatan bisnis nyata yang mendukung klaim keuntungan yang mereka tawarkan. Mereka mungkin saja mengatakan bahwa dana Anda diinvestasikan dalam bisnis properti, perdagangan saham, atau proyek teknologi, namun mereka tidak pernah menunjukkan bukti atau laporan keuangan yang valid. Penipu biasanya menghindari pertanyaan rinci tentang bagaimana mereka menghasilkan keuntungan yang besar.
Salah satu contoh nyata adalah Skyway dan Tikus Merah, yang mengklaim menginvestasikan dana para anggotanya dalam bisnis transportasi dan infrastruktur. Namun, setelah dilakukan investigasi lebih dalam, terungkap bahwa klaim tersebut hanyalah tipu daya, dan tidak ada proyek nyata yang berlangsung. Aplikasi tersebut akhirnya ditutup, dan banyak investor kehilangan uang mereka.
Contoh Aplikasi Ponzi yang Sudah Tutup di Indonesia
Di Indonesia, banyak aplikasi ponzi yang sudah ditutup oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pihak berwajib lainnya. Beberapa contoh terkenal termasuk:
- Vtube: Menawarkan penghasilan dengan menonton video dan merekrut anggota baru. Aplikasi ini akhirnya ditutup karena tidak memiliki izin dan terbukti sebagai skema ponzi.
- MeMiles: Mengklaim sebagai platform pemasaran digital, namun pendapatannya didasarkan pada perekrutan anggota baru. Setelah penyelidikan, aplikasi ini dihentikan oleh pihak berwajib.
- TikTok Cash: Mengklaim memberikan penghasilan dengan tugas sederhana seperti menyukai video di TikTok, namun model pendapatannya bergantung pada anggota baru yang terus bergabung.
- GrabToko: Awalnya mengklaim sebagai toko online, namun akhirnya terbukti bahwa bisnis mereka tidak ada, dan aplikasi ini berujung sebagai penipuan.
Cara Menghindari Aplikasi Ponzi
Untuk menghindari aplikasi ponzi, ada beberapa langkah yang dapat Anda lakukan:
- Lakukan Riset Mendalam: Selalu periksa informasi tentang perusahaan, legalitas, dan siapa yang menjalankan platform tersebut.
- Jangan Mudah Percaya Janji Keuntungan Besar: Jika sebuah aplikasi menawarkan keuntungan yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, kemungkinan besar itu adalah skema ponzi.
- Cek Izin dari OJK: Pastikan platform atau aplikasi tersebut memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan atau badan terkait lainnya.
- Hindari Aplikasi dengan Fokus Perekrutan: Jika aplikasi tersebut lebih fokus pada perekrutan anggota baru dibandingkan menjual produk atau layanan, sebaiknya hindari.
Kesimpulan
Skema ponzi semakin canggih dan sering kali disamarkan sebagai investasi digital yang sah. Penting untuk tetap waspada dan mengenali ciri-ciri aplikasi ponzi agar tidak terjebak dalam penipuan. Selalu lakukan riset mendalam dan jangan mudah percaya dengan janji keuntungan besar yang tidak realistis. Dengan berhati-hati, Anda dapat melindungi diri dari risiko kehilangan dana dalam skema investasi yang tidak bertanggung jawab.