Membandingkan pertumbuhan ekonomi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Joko Widodo (Jokowi) mengungkap beberapa perbedaan signifikan dalam pola dan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh kedua pemimpin tersebut.
1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi
Pada era SBY (2004-2014), ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata sekitar 5,78%. Pertumbuhan ini didukung oleh stabilitas ekonomi global, terutama di awal dekade 2000-an. Bahkan saat krisis finansial global 2008, ekonomi Indonesia hanya melambat dengan pertumbuhan masih di atas 4% pada 2009. Di sisi lain, pada era Jokowi (2014-sekarang), rata-rata pertumbuhan ekonomi lebih rendah, yaitu sekitar 4,12%. Pandemi COVID-19 pada 2020-2021 menyebabkan kontraksi ekonomi, dengan PDB turun hingga -2,1% pada 2020. Namun, pada 2022, pertumbuhan mencapai 5,31%, angka tertinggi selama kepemimpinannya.
2. Sektor Industri dan Manufaktur
Di era SBY, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB mencapai 21%, menunjukkan peran penting industri ini dalam perekonomian nasional. Namun, di era Jokowi, kontribusi sektor ini menurun drastis. Faktor deindustrialisasi dan perjanjian dagang yang memudahkan impor mengakibatkan daya saing industri domestik melemah. Jokowi lebih fokus pada pembangunan infrastruktur dan hilirisasi sumber daya alam, terutama di sektor pertambangan dan energi, untuk meningkatkan nilai tambah ekspor.
3. Kesenjangan Ekonomi
Walaupun pertumbuhan ekonomi di era SBY lebih tinggi, rasio gini (indikator ketimpangan) meningkat dari 0,35 menjadi 0,41. Di era Jokowi, rasio gini berhasil ditekan dari 0,41 menjadi 0,38, mencerminkan adanya upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan ekonomi.
4. Utang Pemerintah
Di era SBY, utang pemerintah naik 52% selama dua periode. Sementara itu, di era Jokowi, utang meningkat hampir tiga kali lipat, terutama karena pandemi yang memerlukan stimulus besar-besaran. Namun, lonjakan utang ini tidak diiringi dengan peningkatan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi.
Secara keseluruhan, meskipun era SBY mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan sektor industri yang lebih kuat, Jokowi unggul dalam mengurangi kesenjangan sosial serta memperkuat hilirisasi sumber daya alam. Tantangan eksternal seperti pandemi dan perubahan global memengaruhi hasil akhir di kedua era tersebut.
Referensi: